ku tak boleh mengeluh atas apa yang ku peroleh hari ini, dan hari kemarin,
karena ku yakin hari esok adalah hari yang terbaik untukku, ku yakin itu... :-)
Minggu, 31 Maret 2013
ayat-ayat cinta
desir pasir bertaburan tak berarah,.
di padang pasir yang sangat tandus..
segersang bak pemikiran di dalam hati
ketika ku terjebak dalam kisah cinta yang begitu rumit,.
bila keyakinan ku tlah datang
ku yakin kasih bukanlah sekedar cinta
tapi sebuah perjuangan yang agung
yang mampu di pertaruhkan,.
maafkanlah bila ku tak sempurna
karena ku tak mungkin mampu tuk tegar
ketika ku bersujud dalam ayat-ayat cinta Mu...
di padang pasir yang sangat tandus..
segersang bak pemikiran di dalam hati
ketika ku terjebak dalam kisah cinta yang begitu rumit,.
bila keyakinan ku tlah datang
ku yakin kasih bukanlah sekedar cinta
tapi sebuah perjuangan yang agung
yang mampu di pertaruhkan,.
maafkanlah bila ku tak sempurna
karena ku tak mungkin mampu tuk tegar
ketika ku bersujud dalam ayat-ayat cinta Mu...
Jumat, 29 Maret 2013
Ku
Gapai Bintang Di Langit
“
Ami… aku ingin kuliah…. L “ rintih
Tiara.
“
Nak, kamu seharusnya mengerti perekonomian keluarga kita, jika kamu kuliah
bagaimana dengan nasib adikmu? Ami tidak punya banyak uang.”
Sebenarnya
keluarga ini berkecukupan, tapi entah mengapa rasanya tak kuasa jika mendengar
kata kuliah. Karena yang namanya kuliah pasti butuh banyak biaya.
“
Mi… aku akan berusaha semaksimal mungkin, aku hanya butuh doa dan dukungan dari
Ami untuk kesuksesanku nanti.”
“iya
nak, Ami dukung 100%, mudah-mudahan Allah mewujudkan keinginanmu dan memudahkan
keluarga kita untuk biaya sekolahmu dan adikmu”
Pelukan
Ami begitu menghanyutkan kesenyapan keinginan dalam hatiku. Aku harus semangat,
aku pasti bisa dan aku pasti mampu J. Kepada
kekasihnya Sang Kholik, aku menuturkan semua keinginanku…
“
Yaa Allah, masukanlah aku kedalam pintu yang Engkau ridhoi dan keluarkan aku
dalam keadaan sukses, berikanlah aku ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat. Aku
ingin sekali membahagiakan kedua orang tua, mudahkanlah langkahku wahai
Kasih….”
Pintanya
bersama para sang bintang disaat yang lain terlelap. Dalam sujud malamnya , aku
selalu memohon, menangis, merintih dan menuturkan apa yang menjadi beban
keinginan dalam hatiku.
Saat
duduk di bangku kelas 3 MA, aku selalu saja menuturkan keinginanku. Entah
apapun yang aku lakukan, pasti selalu saja pikiran itu tertuju pada bangku
kuliah.
Aku punya
seorang Abi yang sangat menyayangiku, selalu saja menuruti semua keinginanku,
sosok Abi yang selalu memberiku semangat baru J.
Meskipun Abi hanya seorang sopir truk, tapi aku tak pernah malu mengakuinya.
Justru aku sangat bangga memiliki Abi. The best driver this is my father.
Tapi, Abi selalu saja pergi, jarang sekali Abi menemaniku disaat ku menangis
dan tertawa.
Aku duduk
termenung di halaman rumah, dari kejauhan terdengar suara Abi…
“kenapa
tho nak? Pamali cah ayu melamun…”
“Abi
bisa saja…, Bi…? Boleh aku minta sesuatu?” pinta Tiara.
“
nak, apa yang tidak untuk kamu? Selagi Abi mampu, pasti Abi wujudkan
keinginanmu. Percayalah… Abi sangat menyayangimu lebih dari apapun.” J
Senyum Abi yang selalu menciptakan semangat baru pada diriku.
“Abi…
aku ingin kuliah…(rintih Tiara)… aku ingin cari ilmu yang bermanfaat
setinggi-tingginya”
Aku memang anak manja yang selalu saja meminta ini
itu pada Abi.
“
iya nak, insyaAllah Abi sanggup membiayai sekolahmu dan juga adikmu. Carilah
ilmu setinggi mungkin, Abi tidak tahu apa-apa, dulu sekolah hanya SLTA.
Sekarang, Abi tidak mau melihat nasibmu dan adikmu sama seperti Abi.”
“
berarti Abi mengizinkan aku kuliah?” aku sangat bersemangat menanyakan hal itu
pada Abi.
“iya
nak, selagi Abi mampu pasti Abi kabulkan, Tiara jangan mikirin biaya,
karena itu urusan Abi, yang penting Tiara belajar yang rajin, jadilah orang
yang berguna dan semoga kesuksesan selalu menyertaimu nak.”
Pelukan
erat Abi membuatku untuk selalu bersemangat dan selalu tersenyum J.
***
Tepat
pukul 02.30 pagi, aku bangun dan langsung menuju ke tempat wudhu, aku sholat
dengan penuh kekhusyukan bersama hasratku yang tinggi dan keinginan yang kuat
ditemani sang bintang yang selalu setia mendampingiku setiap malam ketika
bersujud. Usai sholat tepat pada pukul 05.00 aku tidak keluar kamar, aku menuju
meja belajar yang penuh dengan kertas-kertas berisi permainan pena tanganku.
Permainan pena tangan pun aku mulai pagi itu…
Demi
Sang Maha Cinta
Pemilik
semua rasa
Sang
Maha segalanya
Maha
Raja cinta alam raya
Cintaku
sepenuhnya hanya untuk-Mu
Kasih
sayang Sang Maha Cinta
Cinta
diatas segala cinta
Diatas
takbir seruan ayat-ayat cinta
Wahai
kekasih sejatiku
Wahai
pujaan semua hasratku
Cintaku
pada-Mu tiada tara
Aku
sungguh mencintaimu wahai Kasih
Jagalah
hatiku
Izinkanku
menjalani hidup ini
Berilah
kemudahan disetiap langkah ini
Dan
wujudkanlah semua mimpi ini
Puisi
yang tak sempurna tapi menyimpan sejuta makna J.
Saat aku kelas tiga MA, aku mendapat gelar BP3, kata temanku artinya orang
sibuk yang selalu (Berangkat Petang Pulang Petang), demi kesuksesan gitu
dech…. J.
Pada
tanggal 26 Februari 2012, aku dipanggil ke ruang BP. Kebetulan guru BP itu
adalah guru mata pelajaran fiqh dikelasku yakni xii. Agama, namanya Bapak Bowo.
“Tiara
mau lanjut kuliah dimana?” Tanya Pak Bowo.
“
saya masih bingung pak… saya ingin sekali kuliah, mengenyam pendidikan yang
lebih tinggi, tapi orang tua takut dengan biayanya, saya ingin ikut program
beasiswa, tapi bagaimana caranya pak?”
“universitas
mana yang menjadi tujuanmu?”
“saya
ingin lanjut di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pak…”
“tapi,
di universitas itu tidak menyediakan program beasiswa akademik tahun ini…”
Raut
muka berubah seperti daun yang tak pernah tersiram air.
“bagaimana
dengan keinginan itu pak? Apakah saya dapat mewujudkannya?” pernyataan pak Bowo
membiarkan pipi ini diurai air mata.
“Tiara,
begini saja… bapak akan memberimu surat keterangan dari sekolah dan tugasmu
meminta tanda tangan dari kelurahan, jika kamu ingin ikut program beasiswa.
Masalahnya di UIN itu tidak membuka beasiswa akademik, tapi beasiswa kurang
mampu.”
‘’
InsyaAllah akan saya coba pak, terima kasih atas bantuannya. J ”
Keesokan
harinya, ku pergi bersama kakekku menghabiskan waktu seharian penuh untuk
mengurusi proses beasiswa tersebut. Dari rumah kerumah pegawai kelurahan kami
kunjungi, tapi hasilnya….nihil L.
Yaa
Allah… apa yang harus aku lakukan?
Mudahkanlah
langkahku…
Jangan
Kau persulit Yaa Allah…
Semalaman
penuh aku mengurung diri dikamar. Aku melamun, mengeluh, dan berputus asa.
Memang benar jika manusia mudah mengeluh, seperti yang diceritakan guruku berdasarkan
penafsiran QS. Al-ma’arij ayat 19-21.
“nak…?
Jangan bersedih…, Allah itu selalu bersama hamba-Nya. Tersenyumlah, karena
keceriaan itu datang dari senyummu.” Pinta Abi dan Ami.
“aku
bingung, aku sedih…. L” tangis Tiara.
“Tiara
belajar saja yang rajin, jangan memikirkan biaya, masalah itu biarlah Ami dan
Abi yang mengatur.” Kata Ami.
Aku
pun tersenyum dalam dekap hangat peluk Ami dan Abi. Mungkin Allah belum
memberikan jalan padaku mengenai beasiswa ini. Tapi tak apa lah, karena aku
akan tetap berusaha semaksimal mungkin. J
Esok
harinya, aku dipanggil ke BP.
“Bagaimana
Tiara? Sudah laksanakan apa yang bapak perintahkan???” tanya pak Bowo.
“
saya tidak mendapatkan tanda tangan itu pak…L”
“kenapa??”
“
alasannya karena saya tidak mempunyai surat keterangan kurang mampu, jadi saya
tidak memperoleh tanda tangan itu.”
“oh,,,
begitu rupanya, ya sudah mungkin itu bukan jalanmu, tapi bapak akan membantu untuk
mewujudkan keinginanmu. J”
Satu
minggu penuh, ku mengurung diriku di kamar, membolos sekolah, dan tak nafsu
makan. Semua orang bingung melihatku, tapi aku tidak memperdulikannya. Rasanya
hatiku begitu hancur, beasiswa itu sangat ku inginkan. Tapi kenapa Allah belum
memberiku jalan. Selama satu minggu yang aku lakukan hanyalah merenung dan
berdiam diri. Tak pedulikan apapun, meski pena melambaikan tangannya untuk
meraih tanganku. Karena jarang makan, jarang minum, dan stres berat, akhirnya
aku dilarikan ke RS, dan dirawat inap disana. Entah apa yang sedang ku alami
saat ini. Tak tau apakah esok ku masih bisa tersenyum lagi dengan sang mentari
atau tidak.
***
Badan
yang kurus kering dan pucat kini kembali ceria saat semangatnya kembali
membara. Itu semua berkat dari dorongan orang-orang yang menyayangiku. Yang tak
henti-hentinya selalu memberiku jalan menuju pintu keceriaan. J
Hari
ini adalah hari dimana aku memulai aktivitas sekolah dan hari itu juga aku
dipanggil ke BP.
“Tiara
kamu kenapa? Satu minggu tidak masuk, bapak mencarimu.” Kata pak Bowo.
“tidak
tau pak, depresi mungkin.”
“begini,
bapak mau ngasih kabar bahagia untukmu.”
Muka
ku tampak berseri dengan senyum yang terlihat polos. J
“ada
peluang untukmu masuk di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.”
“benarkah?
Tapi bagaimana caranya?”aku tak percaya.
“bapak
hanya bisa membantumu untuk memudahkan jalan masuk perguruan tinggi, yaitu
dengan jalur undangan SNMPTN, syarat nilai raport mata pelajaran umum harus
diatas 7,5 dan nilai ujian harus tinggi, lolos tidaknya kamu nanti tergantung
pada nilai yang kamu peroleh. Bagaimana? Tiara berani terima usulan bapak? Bapak
yakin 100% Tiara pasti bisa.”
“
saya siap pak!!!” J dengan penuh
kesemangatan aku menjawab tawaran itu dengan lantang.
Hari
baru, semangat baru, dan kesuksesan baru. J itulah kata
yang selalu memotivasi ku untuk bangkit. Alhamdulillah nilai raportku memenuhi
kriteria, aku hanya membayar Rp.200.000,00 untuk membayar formulir pendaftaran.
Kini aku hanya bisa berikhtiar dan
bertawakal karena hanya menunggu pengumuman. Bapak Bowo lah yang mengatur
semuanya.
***
Ujian
nasional telah tiba, aku siap bekerja sama dengan pena setiaku untuk mewujudkan
semua mimpiku kelak. J
Aku
pun mengerjakan ujian dengan sebaik-baiknya. 100% jujur tanpa tengok kanan dan
kiri. Dengan harapan semoga Allah membalas kejujuranku.
Pengumuman
SNMPTN undangan pun telah tiba. Kata pak Bowo hanya 31 anak yang diterima di
berbagai macam universitas, yang diterima di UIN Sunan Kalijaga hanya 2 anak,
sedangkan yang mendaftar itu ada puluhan anak.
Aku
merasa sangat tidak percaya jika dua anak itu salah satunya adalah aku sendiri.
Karena itu sangat mustahil. L. Nama-nama
anak yang diterima SNMPTN undangan dipanggil satu per satu. Dan…..
“Tiara
Arina Larasati….”.
“alhamdulillah
Yaa Allah…aku diterima.”
Saat
itu juga aku langsung bersujud dan menangis karena begitu bahagia. Tanpa
berfikir panjang, aku lari sekuat tenaga menuju kantor guru dan menyalami
mereka semua. Saat perjalanan pulang dari sekolah sampai rumah, mata ini tak
terbendung dan terus meneteskan air mata.
“ami….Abi….”
“kenapa
kamu nak, kok menangis?” tanya Ami.
“Mi…
alhamdulillah aku di…di…terima…di.. UIN Sunan Kali…jaga… melalui ja…lur SNMPTN
undangan…” suaranya terpenggal karena dibarengi dengan tangisan.
Ami
dan Abi pun memelukku dan setelah itu kami bersujud. Saat ini kebahagiaan
menghujam keluarga ini.
Keesokan
harinya datang seorang bapak-bapak yang gagah, berpenampilan rapih, beserta
mobil xenianya yang begitu mengkilap. Orang itu masuk kedalam rumah dan mencari
Abi. Ternyata orang itu adalah bapak Joni, temannya Abi seorang pegawai
asuransi.
Ternyata
diam-diam Abi mendaftarkanku untuk ikut asuransi pendidikan dan Abi menerima
setupuk uang sebesar Rp.7.000.00,00 untuk biayaku masuk kuliah. Mendengar pembicaraan itu, aku langsung
memeluk Abi.
“Abi…
aku sayang Abi…”
“
iya nak… Abi melebihi sayangmu pada Abi.”
Aku
sangat bahagia. Ternyata memang benar bahwa kebahagiaan itu pasti datang pada
waktunya J.
Tapi aku masih menunggu satu pengumuman lagi, yaitu pengumuman ujian nasional,
dan alhamdulillah aku lulus. Kebahagiaan begitu dahsyatnya menyerang hati ini.
Terima kasih Yaa Allah…
Pada
tanggal 12 juni 2012, aku bersama Abi datang ke Yogyakarta untuk membayar
daftar ulang dan alhamdulillah pendaftaran masuk hanya Rp.2.300.000,00, selanjutnya
mendaftar di pesantren dan biayanya Rp.1.750.000,00. Alhamdulillah masih ada
sisa yang lumayan untuk biaya hidupku di Yogyakarta nanti.
Sisa
waktu begitu ku nikmati sebelum aku berangkat ke Yogyakarta. Sedikit rasa
kecewa, karena tidak diterima di pilihan pertama, tapi tak apa lah, Allah punya
cerita lain untukku, J.
***
Pada
tanggal 26 Agustus 2012, aku berangkat menuju kota harapan yaitu Yogyakarta.
Berat sekali rasanya harus jauhan sama Abi, Ami, dan Farih adikku. Mereka hanya
mengantar dan itupun hanya sebentar, tidak lama lagi mereka akan pulang
meninggalkanku sendiri disini.
“Tiara,
Ami percaya padamu, jaga dirimu baik-baik, jaga perilakumu, hormati dirimu,
jangan sampai telat makan. Kamu sudah dewasa nak,,, tanpa Ami disisimu tapi
kamu harus bisa menitih langkahmu.” Doa Ami untukku.
“iya
Ami, aku akan berusaha semaksimal mungkin, doakan aku sukses dan dapat
menerapkan ilmuku dalam masyarakat kelak,J. Amin…”
“
amin Yaa Robb al-‘alamin… itu pasti nak, doa Ami tidak akan pernah putus
untukmu.”
Ku
peluk Ami dan menangis di pundaknya, berat sekali rasanya jauh dari Ami yang
selalu bersamaku dari kecil.
“nak,
bagaimana? Siap untuk bertempur? Senyummu akan membuat Abi ikhlas
meninggalkanmu disini, J.”
Aku
peluk Abi seerat mungkin, tak tahu balasan apa yang harus ku berikan untuknya.
Abi sangatlah berarti untukku. Setelah Abi dan Ami mencium dan memelukku,
sekarang giliran adikku.
“ mba’
yang betah ya disini, kami tunggu kesuksesan mba’”
“iya
de’, kamu belajar yang rajin, jangan nakal dirumah, yang nurut sama Abi juga
Ami.”
“
iya mba’, beres…!!!”
Ku
peluk adikku erat-erat dan ku cium pipinya.
Kini,
mereka pergi meninggalkan ku sendiri disini. Mereka tersenyum dan melambaikan
tangannya penuh dengan harapan. Aku pun membalas senyum itu, walau sebenarnya
hati ini menjerit dan tak mau jauh dari mereka. Tapi inilah hidup, bukan untuk
diratapi tapi dijalani,J.
Sesampainya
dikamar pondok, aku bongkar semua isi tas, ternyata ada selembar kertas tulisan
dari Ami, aku pun membaca dengan keharuan yang teramat sangat.
J
Bintang menghilang terhalang oleh awan hitam
Menutupi
mata ini untuk melihat keindahannya
Hanya
kegelapan yang bisa Ami pandang
Tak
ada sinar benderang malam ini
Rembulan
ternyata masih ada dibawah
Siap
untuk menggantikan sang bintang yang tidak ada malam ini, L.
Tiara
telah pergi jauh dari Ami
Membuatmu
terluka, membuatmu menangis karena jarak ini
Jangan
merintih karena semua itu tak pantas kau lakukan wahai anakku
Masih
ada Ami disini yang akan menemanimu walau lewat mata hati
Jangan
menangis terus!
Ait
matamu air mata Ami juga
Tak
mampu Ami bila terus melihat Tiara menangis
Ami
mohon hentikan !
Sudahilah
tangisanmu
Ami
berjanji,
Akan
selalu menjaga Tiara
Tersenyumlah
untuk Ami, Tiara ku sayang… J
Tiara
hanya pergi sebentar tuk jauh dari Ami, dan Ami yakin Tiara pasti kan kembali
ke pelukan Ami.
Ami
sadari arti hadirmu disisi, melebihi makna bulan dan bintang di hati
Tak
terbayang sepi kan menyelimuti
Bila
Tiara jauh dari Ami
Walau
berat rasa hati
Walau
sunyi kan merajai
Tapi
Ami tahu Tiara harus tetap pergi
Dan
jauh dari Ami
Lelah
Ami pikirkan itu wahai anakku, jauhmu akan begitu berat untuk Ami
Walau
hanya sebentar
Hati
ini terasa berat dan enggan
Pergilah
mata air hatiku
Cepatlah
pulang karena Ami menanti kesuksesanmu
Semoga
Tiara mendapat nilai dan pengalaman berharga dari mata kuliah dan ngajimu di
pesantren
Wahai
hiasan indah mata Ami
Cepatlah
pulang…
Ami
kan selalu mendengar jerit bathinmu, walau lewat kata dan mata hati
Mendengar
lembut suaramu
Walau
lewat HP Ami..
Tersenyumlah
untuk Ami..
Ami
bahagia melihatmu tersenyum, J
Ami
sayang Tiara selamanya…
Ami……..
ku teriak sekuat tenagaku….tak hiraukan orang lain yang mendengar teriakan itu.
Ketika
ku baca surat itu, tak bisa ku pungkiri dan tak bisa ku hindari, hati ini
terasa teriris dan tersayat sembilu.
Perlahan ku teteskan air mataku yang jatuh membasahi pipi yang mungil ini.
Ami,
harapanmu adalah tanggung jawabku
Amanahmu
adalah jalan hidupku
Doamu
adalah kunci kesuksesan dalam diriku yang ingin ku mulai saat ini juga. Kini,
aku bisa melangkah tuk mewujudkan impian itu. Ku harus bentuk semangat baru
seperti api yang membara.
***
Hari
ini ku pijakan kakiku pada universitas impianku, sedikit terperanga,ku lihat
gedung yang menjulang tinggi, kampus rakyat, sebuah kampus pilihan,kampus putih,
dan kampus yang menyadiakan banyak sekali fasilitas dengan biaya yang murah,
fakultasku yang sangat sejuk dan begitu nyaman bagiku. Dibanding dengan
sekolahku dulu yang lebih sempit dari kampus yang akan menemani perjalanan
pencapaian impianku ini. Walaupun dulu sekolahku seperti itu, tapi aku telah
mampu mencetak berbagai macam prestasi yang kini membawaku sampai ke kampus
harapan ini.
Dengan
langkah yang pasti ku masuk kedalam prodi pilihan ke-2 ku yakni Sosiologi Agama
dengan harapan aku dapat mengaplikasikan ilmuku nanti ke dalam kehidupan
bermasyarakat. Awalnya canggung, tak seorang pun yang aku kenal disini. Memang
berat ku menjalani itu sendiri, tapi seiring berjalannya waktu ku temukan
banyak teman yang senasib seperjuangan dengan ku, yang juga ingin membahagiakan
kedua orang tuanya dirumah.
“
apaan itu, baru masuk sudah buat genk, nda bermutu.” Kata Adit.
Aku
tidak suka dengan pernyataanya yang asal nyemplong. Bukan maksudku buat genk
atau apa, kebetulan kami berempat adalah sahabat yang saling mengenal diawal
masuk, sama-sama satu prodi, dan sama-sama mahasiswa baru.
“
apa sih kamu? Jangan langsung mengklaim aku gitu donk…lihat dulu situasinya,
apa yang menjadi sebab kami bergabung, cowok langsung mengklaim gitu, aku
sebagai cewek sakit hati lah…”
“Bukan
begitu maksudku, tapi…”
“tapi
apa? Kamu iri? Semua orang boleh ko’ berteman denganku, aku bukan tipe orang
yang suka pilah-pilih teman, kamu jangan negative thingking donk…”
“
yang aku lihat dari kamu, kamu itu sombong, angkuh, tidak mau menyapaku, kenapa
denganku kamu gitu? Sedangkan sama yang lain?”
“
nha… berarti kan itu hanya perasaanmu yang merasa terabaikan, aku tidak
menyukai tuduhanmu tadi.”
Sampai
sekarang dia selalu membuang muka padaku, entah apa yang ada dalam pikirannya,
mungkin dia malu. Seharusnya aku marah padanya, tapi buat apa marah-marah.
Karena itu tak perlu ku lakukan, sudah membuang waktu, jadi cepet tua, tidak
ada untungnya pula. Tapi biarlah, masih banyak yang mau berteman denganku.
Mungkin
itu masalah pertama yang aku hadapi. Masalah selanjutnya ku harus mampu menjadi
wanita yang kuat meski aku terluka,menjadi seorang wanita tegar walau
sesungguhnya aku rapuh. Tersenyum walau sesungguhnya hati ini menangis. Mungkin
ku hanya seorang insan biasa yang butuh cinta dari seorang kamil untuk
kehidupan kelak. Ku ingin meraih bintang dan selalu menjaganya. Karena bintang
itu harapan dalam hidupku yang harus mampu membuatku tersenyum, membuatku
semangat menjalani hidup. Meskipun bintang itu hanya sebuah lukisan indah jika
kita dapat melihat dan memaknainya. Bintang yang selalu menemani hatiku yang
sepi. Wahai bintang… ku selalu menanti arti hadirmu di hati… J.
Aku
ingin menjadi seorang…
Wanita
cantik yang melukis kekuatan lewat masalahnya,
Tersenyum
disaat tertekan
Tertawa
dikala hati menangis
Tabah
ketika terhina
Mempesona
karena memaafkan
Menjadi
wanita cantik yang mengasihi tanpa pamrih
Bertambah
kuat dalam doa dan pengharapan.
***
Bintang….
Dimanakah kau? Temanilah hidupku…
Sebelum
akhirnya ku menutup mataku
Karena
aku ingin
Memeluk
cintamu dalam tiap debar langkahku
Ku
selalu berdoa
Semoga
tiada lara yang kan menghadang perjalanan harapku
Semoga
juga bintang…
Bintang
itu lukisan kesuksesan dan sebuah cinta yang ku nanti
Yang
kan menuntun kisah bahagia
Akhir
yang ku harapkan
Bintang…
Janganlah
ragu…
Karena
aku selalu jujur padamu
Semoga
kau sama dalam memperlakukan ku
Walaupun
aku belum tau apa yang kan menanti kehidupanku dan cintaku nanti
Tapi
ku berharap diriku mampu menggapai bintang itu
Walau
mungkin jauh dari kemungkinan…
Ketika langit mencari jawaban
Kulangkahkan kaki kecil ini di pagi yang seakan-akan meledekku dengan senyum sinisnya. Terdengar nyanyian burung pipit dari rimbunan dedaunan hijau bak sindiran mereka pada langkah lunglaiku. Aku tersenyum tapi tak tahu apa arti dari sunggingan senyumku ini. Ingin aku tertawa lepas, tapi aku bingung apa yang harus ditertawakan. Sesekali ku dongakkan kepala ini dan kutatap tajam cerah biru langit yang menyelimuti bumi.
Hari ini tepat tanggal 11 agustus. Ya, tanggal yang begitu berarti bagi diriku. Tepat 18 tahun yang lalu seorang bunda berjuang melawan sakit dan rasa takut demi buah hatinya yang menginginkan melihat dunia ini setelah sembilan bulan bersembunyi dalam rahimnya. Ansher, begitulah sang bunda memanggilnya. Yang berarti langit, dan itulah namaku.
Di pagi yang sejuk ini masih ada satu pertanyaan yang logikaku belum sanggup menjawabnya, dan menjadikan diriku tak merasakan bahagia yang ada. Nampak remeh dan sederhana tapi sungguh rumit dan berat saat ku renungkan. “Siapakah aku ?”, itulah pertanyaan yang sempat membuat bulir bening retinaku menitik begitu deras, membuat diriku sadar betapa tak mengenalnya aku pada diriku ini.
Langkahku masih belum terhenti layaknya Odysseus, panglima dari bangsa Achaean yang berlayar selama berpuluh-puluh tahun meninggalkan ketenangan dan terus mencari-cari jawaban dalam gelisah. Dengan satu tujuan.
* * *
Sekarang langkah kaki ini sudah tak lagi menginjak tanah Semarang, tempat di mana pertama kali aku bisa mungucapkan kata “bunda”, tempat aku dididik dan dibesarkan. Karena sejak beberapa bulan yang lalu aku sudah memutuskan untuk menetap di kota yang disanjung-sanjung sebagai kota pendidikan, Jogja !... aku menetap disini bukan karena pindah rumah ataupun merantau untuk mencari penghasilan baru, tapi karena aku diterima disalah satu perguruan tinggi di Jogja. Disini ku temukan ‘warna baru’ dari orang dan budaya yang kutemui. Mulai dari A sampai Z, dari putih sampai hitam. Layaknya spectrum warna. Tapi nyatanya sampai saat ini aku belum temukan warna yang ada pada diri ini, warna yang masih dalam Tanya, padahal tak henti aku mencarinya. Aku pikir dengan mengenal orang lain, aku mampu mendapatkan jawaban pertanyaanku, tapi ternyata TIDAK.
Ketika langit mendengar
menitik air karena buta.
dan langit pun menatap
tapi tak sanggup untuk melihat.
dia berlari mengejar awan
ditinggal mentari dalam tawa.
dia memeluk erat bumi
yang memberontak dan bertingkah.
sering celoteh terdengar seakan dia bercanda
Padahal dia diam termenung.
satu tanya seribu penjawab
tapi tetap tak ada jawaban yang tepat.
dan tanpa henti mencari-cari jawaban
tapi malah semakin banyak tanya yang menghadap
* * *
menitik air karena buta.
dan langit pun menatap
tapi tak sanggup untuk melihat.
dia berlari mengejar awan
ditinggal mentari dalam tawa.
dia memeluk erat bumi
yang memberontak dan bertingkah.
sering celoteh terdengar seakan dia bercanda
Padahal dia diam termenung.
satu tanya seribu penjawab
tapi tetap tak ada jawaban yang tepat.
dan tanpa henti mencari-cari jawaban
tapi malah semakin banyak tanya yang menghadap
* * *
“hay boy,…..sore ini masuk kuliah kah ?” Tanya haikal padaku. Dia adalah teman akrabku di jogja, dia asli dari Kediri. Aku bingung dengan pertanyaannya, bukan apa apa sih, tapi karena jujur aku juga tak tahu pasti masuk kuliah atau tidak. Karena aku termasuk mahasiswa yang tidak begitu rajin.
“kayaknya enggak masuk eh kal, kenapa emang ? mau ngapel kerumah siapa ? hehee” sindirku padanya, karena setahuku dia masih jomblo.
“diiiiiiiih, tau-tau. Mentang-mentang banyak yang naksir kau boy, seenaknya nyindir diriku yang jomblo ini”. Mulutku terkunci rapat dan kaku karena perkataan yang terlempar dari bibir sahabatku itu. Aku tak enak hati padanya. Memang benar yang dikatakannya, tapi biarlah. Karena sungguh bukan itu yang aku harapkan untuk sekarang ini.
“eh kal, aku punya pertanyaan untukmu, menurutmu aku ini siapa ?”
“hahahaa, apaan sih, masak ngasih pertanyaan begitu ?” jawab haikal dengan nada bingung dan tak percaya.
“Serius ini kal !, siapakah aku ? aku yang bukan ansher, bukan pula sahabatmu ataupun sebutan-sebutan yang lain. Jawab dong jangkrik !”. Sungguh sampai saat ini aku masih mencari-cari jawaban pertanyaan itu. Ku lihat haikal hanya terdiam tanpa merespon pertanyanku, mungkin dia bingung, atau memang dia tak tau jawaban dari pertanyaanku itu ?.. aaakh, rasanya sia-sia aku bertanya seperti itu padanya. Toh aku malah menjadi semakin bingung. bukannya jawaban yang aku dapatkan, tapi malah pertanyaan baru yang ada. Jangan-jangan orang lain pun tak mengenali dirinya sendiri ? tapi kenapa mereka tenang-tenang saja ? aku bingung, sungguh semakin bingung !! kenapa tak nampak sedikit pun diraut wajah mereka kebingungan seperti yang aku alami sekarang ini.
“hehehee, aku enggak tahu. . .oh ya boy, dicariin fansmu lhoh, kemaren aku ketemu dia didepan kampus”.
“siapa ? jangan ngarang cerita seenaknya sendiri, pasti kau salah tuh bray !” ku kernyitkan dahiku dan kulihat mimik wajah haikal. Ku lihat dimukanya tersirat keseriusan. Tapi aku masih tetap ragu-ragu untuk mempercayainya.
“serius ini, boy !. kasihan lhoh, dia nanyain kamu terus” sebisa mungkin haikal meyakinkanku.
“siapa sih kal yang kamu maksud ?” aku bingung, dari tadi aku masih tetap gak ngeh dengan yang haikal sebut fansku itu.
“siapa sih kal yang kamu maksud ?” aku bingung, dari tadi aku masih tetap gak ngeh dengan yang haikal sebut fansku itu.
“tuh kan. Jadi begini kalau kebanyakan fans. Anak kontrakan itu lhoh, indah” haikal tersenyum tipis saat menyebutkan nama itu padaku, entah apa makna yang tersirat dari senyumannya itu. Aku tak tahu.
“terus gue harus bilang WAWWW gitu ? hahahaa” aku coba untuk membelokkan alur pembicaraanku dan haikal tentang indah.
“yaudah, terserahmu lah, aku cuma ngasih tau kok boy”.
“hehee, iya, iya. Makasih bray” pembicaraanku dan haikal tentang indah pun tak lagi dilanjutakan. Aku pun memutuskan untuk kembali ke tempat kostku.
# # #
Genap sudah satu bulan aku tidak lagi menetap di tempat kost, biaya yang tinggi memaksaku untuk membereskan barang-barangku dan meninggalkan tempat kost. Kini aku tinggal dimanapun alias gelandangan. Aku penuhi semua kebutuhanku dengan hasil ngamen. Mulai dari kebutuhan yang berujung ke perut, sampai kebutuhan untuk kuliah. Awalnya aku canggung dengan pekerjaanku ini, tapi kini aku mencoba untuk menikmatinya karena dengan ngamen lah aku tetap bisa duduk dibangku perkuliahan.
“gimana bos, dapat uang berapa malam ini ?” Tanya teman jalananku, teguh. Dia tinggi besar berkulit hitam dan berambut gondrong.
“gimana bos, dapat uang berapa malam ini ?” Tanya teman jalananku, teguh. Dia tinggi besar berkulit hitam dan berambut gondrong.
“lumayanlah, dari pada kemarin”. Tangan ini masih saja memetik senar gitar yang aku pegang. Ku nyanyikan beberapa lagu sambil menyusuri jalan menuju Malioboro. Terlihat berbagai bentuk bangunan rumah berjejer indah di sepanjang perjalanan yang dihiasi kerlap-kerlip lampu. Ada sedikit rasa tak enak yang merambat merasuki hati ini. Andai saja aku punya tempat menetap lagi seperti dulu.
Ku sandarkan tubuh ini pada salah satu tembok bangunan di Malioboro. Rokok, kopi dan makanan kecil menjadi temanku menghabiskan malam yang dingin ini.
“ansher, … hey, ansher” kudengar suara yang tak asing ditelinga ini. Dan mataku terus mencari-cari darimana asal panggilan itu. Kuangkat alis ini dan kubuka mata lebar-lebar.
“indah tho ?” kusunggingkan senyum dibibir hitam ini, dan kupinta dia duduk disampingku. Dia tanyakan kabarku dan kegiatanku sekarang ini. begitu pula aku bertanya padanya. perlahan kujawab pertanyaan dia, dan dia pun menjawab semua tanyaku.
“ansher, aku kangen kamu” tak tahu mengapa air mata indah menitik begitu deras dan terus menetes, dia sandarkan kepalanya dibahu kananku dan tiba-tiba dia tak sadarkan diri, dia pingsan. Aku bingung harus berbuat apa. Kutengok kanan dan kiriku, kuminta bantuan orang-orang untuk menemaniku menggotong indah pulang kekontrakannya, tapi semuanya seakan-akan buta dan tuli.
Sekuat tenaga aku angkat indah sendiri dan kugendong dia. Jangkrik ! Ternyata dia tak seringan yang aku pikir.
Kulangkahkan kakiku yang lelah dan keberatan karena menggendong indah menuju kontrakannya. Sekitar sepuluh menit, aku sampai. Kubaringkan dia dikamarnya, dan aku terus mencoba menyadarkannya. Kulihat sekelilingku. Dan satu hal yang mengejutkan, disini tak ada orang lain kecuali aku dan indah yang sudah mulai sadarkan diri. Dia sunggingkan senyumannya dan tiba-tiba indah memegang tanganku sangat erat.
“kamu jangan pergi ya, ansher. Aku takut sendirian” suaranya masih agak lemah dan tak begitu jelas kudengar. Dia tarik tanganku dan memelukku dari belakang. Hatiku sebenarnya menolak, tapi jasad ini serasa tak lagi mendengarkan hati. Dia balikkan tubuhku menghadap padanya dan tak tau mengapa bibirnya semakin dekat dengan kepalaku dan tiba-tiba dia kecup bibir ini. bukan dalam hitungan detik, tapi sampai beberapa menit. Begitu lembut dan hangatnya. Kuakui dia teramat cantik. Tubuh ini semakin tak mendengar bisikan hatiku. Dan mungkin tubuh indah pun tak sanggup lagi mendengarkan bisikan putih dari hatinya. Begitu jelas tingkah manjanya padaku. Dia lepas semu kain yang menempel ditubuhnya hingga tak ada sehelai benangpun yang melekat lagi. Gerak geriknya bak seorang istri bersikap pada suaminya diatas pembaringan. Seakan-akan dia memaksaku untuk merenggut harta paling berharga miliknya.
Dan kini sayap merpati pun telah patah
Karena tingkahnya bersama langit.
Tak mampu lagi dia untuk terbang
Hanya penyesalan dan khayal mengulang yang ada.
Mencoba berlari tapi dia malu
karena kehidupannya tinggal separuh.
Ingin menyalahkan
Tapi tak tahu pada siapa.
Ingin menangis
Tapi tiada arti titik air matanya.
Hanya harap yang ada
Tingkah itu tak menghasilkan buah.
Dan kini langitpun menjadi semakin gelap
Hingga bintang-bintang mati.
# # #
Hari-hariku menjadi semakin suram setelah tingkahku bersama indah malam itu. Kehormatan yang sejak dulu aku jaga kini tak ada lagi haraganya. Sekarang aku dan indah layaknya sepasang suami istri yang sudah saling halal. Tak ada lagi rasa malu ataupun canggung untuk melakukan hubungan ranjang.
Terhitung sudah hampir dua bulan ini, aku jarang mengikuti kegiatan perkuliahan. Hari-hariku pun banyak kuhabiskan untuk ngamen atau sekedar nongkrong dijalanan. Dan hari ini aku memutuskan untuk ngamen didaerah
“nak, bisa minta tolong ndak ?” pinta seorang wanita tua padaku terbata-bata dan nampak begitu panik.
“ada apa tho bu ?” mataku terbuka lebar, aku kaget karena baru kali ini aku berhadapan dengan orang sepanik ini. beliau tarik kuat tanganku dan mengajak aku berlari mengikutinya.“cepat tho nak” dia terus berlari dan berlari menuju ke arah selatan. Langkahku sedikit terhenti ketika kulihat sosok perempuan cantik tergletak tak sadarkan diri ditepian jalan. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Orang-orang hanya melihatnya tanpa bertindak apa-apa, mungkin mereka anggapnya sebagai tontonan. Mulutku kaku, dan tubuh ini gemetar tak mampu menahan rasa yang merasuk kedada. Antara percaya dan tidak.
“indah ?”
“kamu kenal dia ?” Tanya ibu itu padaku.
“iya bu” bicaraku sedikit terbata-bata karena mulutku masih kaku digerakkan. Aku tak tega melihat kondisi indah. Kusentuh tangannya dan kucoba untuk menyadarkannya. Akupun meminta ibu itu menjelaskan penyebab indah menjadi sekarat seperti ini sambil kubersihkan darah yang ada di badanya dengan jaketku.
“ibu sudah nelfon rumah sakit untuk mengirim ambulance kesini, sebentar lagi juga sampai”
Lima belas menit berlalu tapi indah masih tetap tak sadarkan diri, darahnya pun masih terus menetes dari kapalanya. Aku semakin gemetar dan kebingungan. Tak banyak yang bisa aku lakukan.
Ketika ambulance sampai. Segera aku angkat indah dan kumasukkan kedalamnya. Dua puluh menit perjalanan menuju rumah sakit. Dengan cekatan para petugas rumah sakit melakukan tugasnya masing-masing Menit berganti menit dan akhirnya dokter memanggilku. Begitu banyak yang dikatakannya padaku. Namun satu hal yang paling aku ingat adalah dia mengatakan kalau terjadi kerusakan pada mata indah akibat benturan yang begitu keras dan kemungkinan besar akan terjadi kebutaan.
Akupun kembali keruangan tempat indah dirawat untuk menemaninya, karena dia tak punya saudara disini. Keluarga indah diaceh juga belum mengetahui kejadian yang menimpanya. Jadi semuanya aku yang menanggung.
“aku dimana ini ? kenapa semuanya gelap ?” rintih indah sambil memegang tanganku.
“kamu dirumah sakit, sekarang. Sabar ya, untuk beberapa hari kamu belum bisa melihat. Nanti juga pasti bisa malihat lagi kog” maafkan aku indah, aku tak sanggup berkata jujur padamu kalau kamu akan buta seumur hidup. Aku juga tidak rela hal itu menimpamu. Saat itupun tangis indah pecah hingga dia kembali tak sadarkan diri.
Esok harinya aku menemui dokter. Kutanyakan alternatif untuk mengembalikan pengelihatan indah. Menurutnya, satu-satunya cara mengembalikan pengelihatan indah adalah dengan mengganti matanya. Masalahnya, harus ada orang yang mendonorkan matanya untuk indah. Tapi siapa ? tak mungkin ada orang lain yang mau mendonorkan.
Aku ? ya ! akulah yang harus mendonorkan mata untuk indah. Biarlah aku yang buta seumur hidup. Ini juga untuk menebus semua kesalahanku padanya dan kesalahanku pada diriku sendiri. Setidaknya dalam hidupku yang gelap ini aku bisa melakukan kebaikan meski hanya sekali saja. Keputusanku sudah bulat. Mataku akan kudonorkan ! dan indah tak boleh tahu niatanku ini.
Kuikuti semua tahapan yang diberlakukan untuk para pendonor. Mulai dari menandatangani beberapa berkas dan hingga akhirnya aku masuk keruang bedah. Logikaku masih tak mau menyerahkan mata ini untuk diambil, tapi hatiku telah sepenuhnya merelakannya. Kubaringkan tubuh ini dan tak lama kemudian dokter bedah pun mulai melaksanakan tugasnya, hal terakhir yang aku rasakan dan aku lihat ketika dokter menyuntikkan bius padaku dan setelah itu perlahan ruangan menjadi semakin gelap dan gelap hingga tak ada lagi yang mampu aku lihat, dengar dan aku rasakan. Tuhan, inikah terakhir kalinya aku bisa melihat dunia yang Kau ciptakan ini ?.
* * *
Tuhan, kini hari-hariku sudah tak berwarna lagi. Semuanya menjadi gelap dan tak berbentuk. Hanya untuk melihat wajahku yang sekarang saja aku pun tak mampu. Tangan yang dulu biasa untuk memetik gitar kini beralih fungsi untuk menuntunku berjalan dengan menggunakan tongkat. Aku tidak buta ! karena aku masih akan bisa melihat melalui mataku, yang sekarang menyatu dengan tubuh indah.
Hari ini perban operasi mata indah dibuka setelah beberapa hari lamanya. Kutemani dia ketika perawat akan membuka perbannya. Tapi aku hanya bisa mendengar suara saja tanpa bisa menyaksikan bagaimana prosesnya dan bagaimana senyum indah tersungging dibibirnya.
“ansher” kudengar panggilan lembut yang bercampur tangis darinya. Ingin aku pegang tangannya dan hapus air matanya, tapi aku tak bisa. Semuanya gelap bagiku.
“iya, kenapa ?” aku tersenyum tapi aku tak tahu senyumku kearah yang benar atau salah. Biarlah, yang penting niatku senyum pada indah.
“bukan begini caranya, kenapa kamu donorin matamu padaku ?” tangis indah semakin menjadi-jadi dan kudengar suaranya menjadi parau. Aku tak tahu darimana indah ngerti kalau aku yang mendonorkan. Mungkin karena dia melihat kelopak mataku yang selalu tertutup, atau dia diberitahu perawat ?
“hehee, aku hanya ingin menebus kesalahanku dulu. Aku baik-baik saja kog meskipun kini buta, toh sekarang malah mataku bisa melihat tubuh ini secara utuh tanpa harus bercermin, hehee” kembali kusunggingkan senyumku padanya. Tak tahu mengapa aku semakin merasakan bahagia meski kini tak sanggup melihat dunia.
“kenapa ? kenapa harus kamu yang mendonorkan mata untukku ?”
“aku hanya mengikuti keinginan hati kog, aku bahagia meskipun harus buta seperti ini” mulutku berhenti bergerak.Tak ada lagi alasan yang bisa aku berikan padanya, aku bingung untuk berkata.
Begitu lama aku dan indah saling terdiam tanpa adanya satu katapun yang keluar dari mulut. Hingga kudengar suara lembut membisiki telingaku, bisikan yang tak mungkin bisa aku lupakan.
“izinkan aku menjadi matamu kemanapun kamu langkahkan kakimu dan dimanapun kamu berada, ansher. Izinkan aku menjadi istri halalmu” bisik indah ditelingaku. Mulutku terbuka dan kemudian tertutup kembali, ingin aku berkata padanya tapi tak bisa. Perasaanku campur aduk antara senang dan tak percaya jika indah masih mau denganku yang buta ini.
* * *
* * *
Tuhan, terima kasih telah kau beri hambamu ini berbagai cobaan yang akhirnya dengan itu aku bisa mengerti siapa diriku ini sebenarnya. Mengerti posisi diri ini dan tentunya sekarang aku bisa menjawab pertanyaanku yang dulu. Tak ada lagi Tanya “siapakah aku” karena aku telah tahu jawabannya. Kini aku mampu melihat cahaya dalam gelap butaku yang sebelumnya tak bisa aku temukan dalam tatap mataku.
…………………………………………………………………………………………………………………..
@L-kafii
Langganan:
Postingan (Atom)